Friday, January 26, 2007

Kisah Tokoh Unik Abuya Ashaari (1)


Pemimpin Rufaqa (dulu bernama Darul Arqam) Abuya Ashaari Muhammad (69) dari Malaysia, belum lama ini meluncurkan buku biografinya di Hotel Sultan (Hilton) Jakarta. Berikut laporan wartawan Suara Merdeka, Sudarto, yang meliput acara itu.

HAMPIR semua orang yang pernah bertemu dan bergaul dengan Abuya memberikan penilaian serupa. Lelaki yang pernah ditahan sepuluh tahun pada masa pemerintahan PM Mahathir Mohamad itu merupakan sosok pemimpin organisasi Islam yang hebat. Para pengikutnya di Rawang, Selangor, Malaysia menyebutnya sebagai pemimpin paling ajaib pada zamannya.

Bahkan melihat kehebatannya itu, seorang dosen Universitas Malaya, Dr Anwar Zein, akhirnya memeluk agama Islam. Sosiolog itu berkenalan dengan Abuya bermula dari kegiatannya dalam penelitian tentang kehidupan tarekat di Malaysia. Dari mengikuti pemikiran dan aktivitas Abuya dalam Rufaqa, akhirnya dia tertarik menjalankan ajaran Islam, dan jadilah dia seorang muslim.

''Bagi saya, Abuya berbeda dari pemimpin organisasi Islam lainnya. Hidup bermasyarakat gaya Abuya sungguh sangat damai, baik secara spiritual maupun duniawiyah. Dia mencoba mempraktikkan ajaran Islam sesuai dengan apa yang diajarkan Nabi,'' katanya.

Dalam acara peluncuran buku biografi yang ditulis salah seorang istrinya, Khadijah Aam, panitia juga memutar film pendek tentang pengakuan dan kesaksian banyak tokoh mengenai Abuya. Mereka tidak hanya dari Malaysia, tetapi juga dari Indonesia, Filipina, Yordania, Suriah, Inggris, dan Prancis. Semua mengagumi perjuangan Abuya dalam memajukan Islam.

Mereka meyakini Abuya bukan sekadar pemimpin Islam, melainkan pembaru (mujaddid). Itu dilihat dari gerakan yang ditampilkan, yang meliputi semua sektor kehidupan, baik akidah, ibadah, maupun amaliah, seperti praktik perekonomian, kesehatan, pendidikan, dan budaya. Semuanya ditangani secara bersamaan dan komprehensif.

Hebatnya, hampir semua bidang yang dikelola itu berkembang pesat. Bahkan dalam tujuh tahun, Rufaqa telah memiliki 14 swalayan, 10 pusat perniagaan (usaha), puluhan unit angkutan umum, usaha perkebunan dan pertanian, grup nasyid dan usaha rekaman, klinik-klinik kesehatan, dan sebagainya. Semuanya sekitar 700 proyek usaha. Tidak hanya di Malaysia, tetapi juga di negara-negara lain, termasuk di Indonesia.

Tidak Hancur

Sesudah Darul Arqam dibubarkan oleh pemerintahan PM Mahathir Mohamad dengan tuduhan bermotif politik, gerakan Abuya tidak hancur, walaupun pemimpinnya ditahan sepuluh tahun. Sebaliknya, setelah berganti nama Rufaqa, gerakan itu meluas dengan cepat sampai ke Timur Tengah, Eropa, dan Australia. Ketika bernama Darul Arqam, gerakan itu baru berkembang di Malaysia dan negara-negara sekitar.

Sutrimo Yusuf, pengusaha mebel asal Jepara yang telah berulang-ulang berkunjung ke markas Abuya di Malaysia mengatakan, pelarangan terhadap Darul Arqam adalah konspirasi politik antara sekelompok penguasaha dan penguasa. Kelompok pengusaha khawatir jika usaha Abuya besar, bisa menjadi saingan berat mereka. Bisa-bisa, umat Islam Malaysia beralih mengonsumsi produk-produk Darul Arqam yang berlabel islami.

Hal senada juga dikemukakan fungsionaris Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kamarussamad. Dia menyatakan pelarangan terhadap Darul Arqam itu politis. Padahal berdasarkan pengamatannya, gerakan Abuya murni masalah keagamaan ataupun sosial budaya. Abuya benar-benar mencoba mempraktikkan ajaran Islam secara menyeluruh (kaffah), tidak hanya dalam peribadatan, tetapi juga masalah keduniaan. Karena itu, dalam dakwahnya, dia garap pula perekonomian umat.

''Saya sudah mengunjungi pusat-pusat perniagaan Rufaqah. Semuanya murni merupakan praktik ajaran Islam dengan mencontoh apa yang dipraktikkan Nabi Muhammad,'' jelasnya.

Syeh Nizamuddin, putra kedua Abuya, mengungkapkan, apa yang dipraktikkan Rufaqa adalah cara Nabi membangun masyarakat muslim Madinah. Masyarakat yang semula tidak punya apa-apa karena saat hijrah dari Makkah semua harta tidak bisa dibawa, dalam beberapa tahun berubah menjadi masyarakat muslim dengan kekuatan ekonomi yang spektakuler. Bahkan, Madinah akhirnya menjadi pusat pemerintahan Islam yang mampu membangun peradaban baru di Timur Tengah.

''Cara Nabi membangun masyarakat muslim Madinah inilah yang dicontoh Abuya. Dia mencoba meletakkan dasar-dasarnya,'' tuturnya. (64n)

SUMBER: SUARA MERDEKA